Legislator Komisi II Nilai Menteri ATR Harus Tanggung Jawab Kasus Pagar Laut Ilegal di Tangerang

16-01-2025 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI, Eka Widodo. Foto: Jaka/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Eka Widodo, menyoroti kasus pemagaran laut di wilayah Kabupaten Tangerang, Banten. Pembangunan pagar sepanjang 30,16 kilometer itu dinilai sebagai upaya pihak tertentu untuk menguasai lahan laut secara semena-mena.

 

"Masalah ini sangat kompleks. Ada yang menyebut kecolongan, terjadi pembiaran, dan pengawasan yang tidak ketat. Padahal, seharusnya tidak sulit bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Pemda Banten untuk mengungkap sosok di balik kemunculan pagar laut ini. Jika KKP dan Pemda serius, persoalan ini bisa cepat diselesaikan,” ujar Eka Widodo, yang akrab disapa Edo, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (16/1/2025).

 

Edo menegaskan bahwa pemagaran laut tersebut jelas merugikan nelayan. Pagar itu membatasi ruang gerak nelayan untuk mencari ikan, memaksa mereka menempuh jarak lebih jauh. Akibatnya, biaya operasional nelayan, seperti bahan bakar, meningkat drastis.

 

Selain merampas hak nelayan, pemagaran laut juga diduga sebagai modus penguasaan lahan laut secara ilegal. Edo mengungkapkan bahwa kerugian akibat pemagaran ini meliputi terbatasnya ruang usaha nelayan, penutupan akses publik, dan kerusakan fungsi ruang laut.

 

"Saya berharap bukan hanya KKP, tapi Kementerian ATR/BPN juga turut bertanggung jawab. Mereka harus segera menyelesaikan persoalan ini sesuai dengan bidangnya. Apalagi, pemagaran ini tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Provinsi Banten. Solusinya adalah mengungkap motif pemagaran ini dan meminta pertanggungjawaban pelaku,” tegas Edo.

 

Politisi dari Fraksi PKB ini menjelaskan bahwa ruang laut seharusnya dimanfaatkan sebagai zona perikanan dan zona pelabuhan. Jika ada pemanfaatan untuk kepentingan lain, harus ada RTRW yang menjadi acuan pemerintah setempat.

 

“Saya menyayangkan pihak yang mengusulkan penyelesaiannya cukup dengan mencabut pagar menggunakan bantuan TNI/Polri. Saya tidak sepakat dengan solusi tersebut,” tambahnya.

 

Menurut Edo, masalah ini tidak sesederhana hanya mencabut pagar. Ia menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pintu masuk untuk mengungkap apakah pembangunan di pantai dan reklamasi yang marak belakangan ini sudah sesuai dengan RTRW, dan apakah masyarakat tidak dirugikan. (ayu/aha)

BERITA TERKAIT
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...
Belajar dari Kasus di Pati, Jangan Ada Jarak Kepala Daerah dan Rakyatnya
14-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus yang terjadi di Pati, Jawa Tengah antara kepala...